Tidak
terasa sudah memasuki Tahun Baru, saya ingin mencoba nge-post lagi artikel lain.
Sebelum manusia lahir ke dunia, tentu sempat mengalami alam kehidupan lain di
perut yang mengandungnya (rahim ibu kandungnya), untuk peradaban
modern sekarang, bayi tabung sudah banyak dijumpai. Yang saya prioritaskan
adalah manusia yang lahir dari rahim ibunya, yaitu yang mengalami kehidupan
dalam kandungan, dimana sang bayi merasa aman, nyaman, karena selain mendapatkan
perhatian (extra), kasih sayang yang lebih, atau istilah psikologinya adalah
afeksi, perlindungan atau proteksi, gizi atau nutrisi, yang semua itu
dicurahkan oleh seorang ibu pada anaknya. Dan bahkan sampai bayi lahirpun kasih
sayang, perhatian dan semua yang disebutkan tadi masih terus berlanjut.
Tema yang saya kemukakan, sebenarnya
bukan tentang bayi dan ibu hamil, hanya saja alur dari artikel ini untuk
mengaitkan antara apa yang akan dibahas dengan objek yang dijadikan bahan
pembicaraan, kurang lebih begitu pembaca. Singkatnya, ada kaitan dengan
seseorang sebagai manusia atau pribadi yang memiliki perasaan, setelah dia lahir
dan tumbuh menjadi dewasa, (setelah melalui masa kanak-kanak terlebih dahulu
tentunya). Setiap orang dari masa kanak-kanak. remaja hingga dewasa secara
psikologis masih membutuhkan perhatian dari orang tuanya, dan ini berkaitan
dengan tumbuh kembang anak. Kestabilan emosi yang dilalui secara bertahap.
Dengan mendapatkan kasih sayang yang cukup, bahkan sebagian ada yang lebih, namun
dengan positif, harmonis (dalam sebuah keluarga), ini sudah mendekati sempurna, bagi keluarga yang utuh, mohon maaf saya tidak mendiskreditkan keluarga
“broken” atau keluarga yang mengalami keretakan, toh jika pola pengasuhan
positif misalnya, pada anak yang diasuh orang tua angkat, melalui Yayasan
penitipan anak atau Panti Asuhan yang ditanamkan disiplin tetap saja dapat
membentuk karakter yang baik di kemudian hari. Berkaitan dengan perkembangan
emosi pada seseorang, berkaitan dengan rasa aman, nyaman cukupnya kasih saying,
pada dasarnya keharmonisan, kebahagiaan tidak dapat dipungkiri merupakan dambaan
baik anak maupun orang tuanya. Bertolak dari pembahasan tentang pribadi seseorang
pada akhirnya pembentukkan karakter atau watak ini saya persempit lagi menjadi
kecakapan emosi pada pribadi seseorang. Untuk mempersingkat lagi, tema yang
saya maksud adalah yang berkaitan dengan perasaan yang berkaitan dengan kejiwaan
yaitu perasaan takut !. Ya takut adalah suatu perasaan yang dialami oleh
sebagian besar manusia penghuni planet bumi ini.
Phobia (Fobi atau Fobia)
Menurut kamus umum : Phobia : an extreme or irrational fear of or aversion
to something.
(ketakutan
ekstrim atau irasional atau keengganan untuk sesuatu)
Berikut ini akan saya uraikan lebih detail mengenai pengertian phobia ini.
(Sumber : Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas)
Sementara di bayangan mental seorang pengidap fobia,
subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan
ataupun menakutkan. Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan
mengendalikan rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus
dengan subjek Fobia, hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu keadaan dimana mental
seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh ketidak-mampuan orang yang
bersangkutan dalam mengendalikan perasaan takutnya. Penyebab lain terjadinya
fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrem seperti trauma
bom, terjebak lift
dan sebagainya.
Seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi
akan memiliki kesulitan emosi (mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut
dikarenakan orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis)
yang tepat. Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara
otomatis akan merasa cemas dan agar "nyaman" maka cara yang paling
mudah dan cepat adalah dengan cara "mundur kembali"/regresi kepada
keadaan fiksasi. Kecemasan yang tidak diatasi seawal mungkin berpotensi
menimbulkan akumulasi emosi negatif yang secara terus menerus ditekan kembali
ke bawah sadar (represi). Pola respon negatif tersebut dapat berkembang
terhadap subjek subjek fobia lainnya dan intensitasnya semakin meningkat.
Walaupun terlihat sepele, “pola” respon tersebut akan dipakai terus menerus
untuk merespon masalah lainnya. Itu sebabnya seseorang penderita fobia menjadi
semakin rentan dan semakin tidak produktif. Fobia merupakan salah satu dari
jenis jenis hambatan sukses lainnya.
Fobia sosial dan fobia spesifik
Fobia
sosial dikenal juga sebagai gangguan
anxietas sosial, fobia sosial adalah ketakutan akan diamati dan dipermalukan di
depan publik. Hal ini bermanifestasi sebagai rasa malu dan tidak nyaman yang
sangat berlebihan di situasi sosial. Hal ini mendorong orang untuk mengindari
situasi sosial dan ini tidak disebabkan karena masalah fisik atau mental
(seperti gagap, jerawat atau gangguan kepribadian).[1]
Fobia
spesifik ditandai oleh ketakutan yang tidak
rasional akan objek atau situasi tertentu. Gangguan ini termasuk gangguan medik
yang paling sering didapati, namun demikian sebagian kasus hanyalah ringan dan
tidak perlu mendapatkan pengobatan. Pada fobia terjadi salah-pindah kecemasan
pada barang atau keadaan yang mula-mula menimbulkan kecemasan itu. Jadi
terdapat dua mekanisme pembelaan, yaitu salah-pindah dan simbolisasi.[1] Ada banyak macam fobia yang dinamakan
menurut barang atau keadaan. Apabila berhadapan dengan objek atau situasi
tersebut, orang dengan fobia akan mengalami perasaan panik, berkeringat,
berusaha menghindar, sulit untuk bernapas dan jantung berdebar. Sebagian besar
orang dewasa yang menderita fobia menyadari bahwa ketakutannya tidak rasional
dan banyak yang memilih untuk mencoba menahan perasaan anxietas yang hebat daripada
mengungkapkan gangguannya.[1]
Istilah
Beberapa
istilah sehubungan dengan fobia :
- afrophobia - ketakutan akan orang Afrika atau budaya Afrika.
- agoraphobia - takut pada lapangan
- antlophobia - takut akan banjir.
- bibliophobia - takut pada buku
- caucasophobia - ketakutan akan orang dari ras kaukasus.
- cenophobia - takut akan ruangan yang kosong.
- claustrophobia - takut akan ruang sempit seperti lift.
- dendrophobia - takut pada pohon
- ecclesiophobia - takut pada gereja
- felinophobia - takut akan kucing
- genuphobia - takut akan lutut
- hydrophobia - ketakutan akan air.
- hyperphobia - takut akan ketinggian
- iatrophobia - takut akan dokter
- japanophobia - ketakutan akan orang jepang
- lygopobia - ketakutan akan kegelapan
- necrophobia - takut akan kematian
- panophobia - takut akan segalanya
- photophobia - ketakutan akan cahaya.
- ranidaphobia - takut pada katak
- schlionophobia - takut pada sekolah
- uranophobia - ketakutan akan surga
- xanthophobia - ketakutan pada warna kuning
- arachnophobia - ketakutan pada laba-laba
- lachanophobia - ketakutan pada sayur-sayuran
- tripofobia - ketakutan akan lubang yang banyak
Nah pembaca,
phobia atau rasa takut itu, sudah terjadi sejak zaman dulu, tetapi yang penting
kita harus takut kepada Sang pencipta (Alloh SWT), terutama takut akan
dosa-dosa yang telah kita perbuat. Oh ya, barangkali diantara anda pembaca, ada
yang mengalami salah satu dari phobia yang telah dicantumkan diatas ?. Wallohu
alam …, semoga bermanfaat.
menarik sekali jika kita sedang mengalami rasa takut, kadang terjadi tanpa kita inginkan, makasih sharingnya ya
BalasHapusbetul, sama-sama makasih
BalasHapus